Cianjur, Kaltenginside.com – Meskipun hujan deras mengguyur kawasan Gunung Padang sejak siang hingga malam hari pada Kamis (4/12) malam, Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Jaya berhasil menyelenggarakan pentas budaya yang sukses dan penuh makna. Acara yang semula direncanakan di area terbuka Situs Megalitik Gunung Padang, Cianjur, Jawa Barat, terpaksa dipindahkan ke Pendopo Gunung Padang, namun hal tersebut tidak sedikit pun mengurangi kemeriahan dan antusiasme peserta.
Pembukaan pentas budaya ditandai dengan alunan melankolis instrumen Sape dari grup SlarasBudaya, yang dibawakan oleh Ghodiel Sapeq dan Arke Nurdjatni Soedjatno. Suara petikan alat musik tradisional Dayak ini segera menciptakan atmosfer sakral yang memukau para tamu. Penonton kemudian disuguhkan penampilan memukau Tari Bedhoyo Nawasena dari Perkumpulan Arkamaya Sukma. Tarian yang koreografinya disusun oleh Martini Brenda dengan iringan musik Lumbini Tri Hasto ini diperankan oleh tujuh penari, membawa pesan keselamatan dan harapan untuk masa depan melalui gerakan yang anggun dan kuat.
Kehangatan acara semakin terasa saat Komunitas SlarasBudaya menampilkan Tari Rejang Sari karya I Ketut Rena. Dibawakan oleh sembilan penari, tarian ini secara indah menyuarakan nilai-nilai kebersamaan, ketulusan, dan kesetaraan. Dar Edi Yoga, Penanggung Jawab kegiatan, menegaskan bahwa pemindahan lokasi akibat cuaca ekstrem justru memperkuat esensi kegiatan.
“Ini lebih dari sekadar pentas seni. Ini adalah upaya kami merawat kebudayaan dan memperkokoh jati diri bangsa,” ujarnya, menekankan bahwa berkesenian di Gunung Padang adalah bentuk penghormatan terhadap sejarah dan penguatan identitas nasional.
Apresiasi tinggi disampaikan Ali Akbar, Ketua Tim Penelitian dan Pemulihan Situs Megalitik Gunung Padang, yang memuji konsistensi PWI Jakarta.
“Kami sangat menghargai inisiatif ini. Pagelaran seni di situs bersejarah tidak hanya memperkaya pengalaman budaya, tetapi juga meningkatkan kesadaran publik akan pentingnya melestarikan warisan peradaban,” ungkap Ali Akbar. Ia juga berharap kegiatan semacam ini dapat terus berlanjut untuk memperdalam pemahaman masyarakat tentang nilai arkeologis, historis, dan spiritual situs Gunung Padang.
Rudolf Simbolon selaku Ketua Panitia, didampingi Rosy Maharani, menyoroti peningkatan antusiasme peserta meskipun terjadi perubahan lokasi.
“Kedekatan ruang menciptakan kedekatan batin, segalanya terasa lebih menyatu,” ujarnya.
Pagelaran yang didukung oleh Oval Advertising dan Pertamina Hulu Indonesia ini menjadi bukti nyata bahwa semangat pelestarian budaya dapat terus berkobar dalam kondisi apa pun. Gunung Padang pun kembali menjadi titik temu antara sejarah, seni, spiritualitas, dan keberagaman Nusantara.
Acara tersebut turut dihadiri oleh sejumlah tokoh penting, termasuk Laksma TNI (Purn) Darbagus J.P, Romo Kolonel (Purn) Yos Bintoro, Pr., Romo Hubert CJD, Kolonel Laut (KH) Pundjung, serta para pengurus PWI Pusat dan PWI Jaya. Pentas budaya ini kembali menegaskan bahwa seni adalah cahaya yang mampu menyatukan masa lalu, masa kini, dan masa depan, dipersembahkan dengan sepenuh hati untuk Indonesia.(*)
